MURATARA | DETAKNEWS.net –
asus jual beli tanah yang melibatkan Kepala Desa Sungai Jernih, Yutami, sedang mencuri perhatian publik setelah dugaan pelanggaran hukum dan administratif terungkap. Tanah yang terletak di Desa Rantau Kadam, Kecamatan Karang Dapo, Kabupaten Musi Rawas Utara (Muratara) dan sebelumnya sudah dibeli oleh PT. Muratara Agro Sejahtera (MAS), diduga diperdagangkan kembali oleh Kades Yutami tanpa wewenang dan tanpa mempertimbangkan status kepemilikan yang sah.
Masalah ini mencuat setelah Kades Yutami diketahui telah menandatangani dokumen jual beli tanah yang sudah berpindah tangan ke PT. MAS, yang bergerak di sektor perkebunan tebu. Hal yang lebih mengherankan lagi, tanah tersebut berada di luar wilayah administratif Desa Sungai Jernih dan seharusnya menjadi tanggung jawab Kepala Desa Rantau Kadam, Muttadin.
Kasus ini langsung mendapat perhatian serius dari praktisi hukum. Yosep Irawan, SH, menilai bahwa tindakan Yutami berpotensi melanggar sejumlah aturan, baik administratif maupun pidana.
“Tindakan Kades Yutami jelas melanggar batas kewenangannya, dan bisa berujung pada pelanggaran pidana,” ujar Yosep. “Bila ditemukan unsur kesengajaan, ini bisa mencakup pemalsuan surat dan penyalahgunaan kekuasaan, yang diatur dalam Pasal 421 dan Pasal 263 KUHP.”
Masyarakat yang terlibat dalam jual beli tanah dengan status kepemilikan yang sudah beralih ke PT. MAS juga bisa terkena masalah hukum jika terbukti ada unsur kesengajaan dalam transaksi tersebut.
Kepala Desa Rantau Kadam, Muttadin, juga angkat bicara terkait masalah ini. Ia menegaskan bahwa pihaknya tidak pernah terlibat dalam proses jual beli tanah yang sudah dimiliki PT. MAS. Bahkan, Muttadin menyebut adanya pembukaan akses jalan yang menggunakan dana Desa Sungai Jernih untuk mempermudah transaksi jual beli tanah tersebut.
“Ini jelas salah, terutama bila tujuan akses jalan tersebut untuk memudahkan transaksi tanah yang sudah dimiliki PT. MAS,” ujar Muttadin.
Kehadiran masalah ini semakin menggelisahkan publik, terutama terkait dengan tata kelola pemerintahan desa yang diharapkan bisa berjalan secara akuntabel. Abdillah, SH., MH, seorang praktisi hukum lainnya, menyebutkan bahwa pemerintah daerah harus mengambil langkah tegas untuk menyikapi kasus ini.
“Pemerintah daerah, melalui camat atau bupati, harus memberi sanksi administratif yang tegas, seperti pemberhentian sementara atau bahkan pemberhentian tetap terhadap yang bersangkutan,” katanya.
Muttadin pun meminta agar pemerintah daerah segera memberi klarifikasi terkait masalah ini dan mengambil langkah yang sesuai dengan ketentuan yang berlaku, agar tidak ada lagi kesalahan serupa di masa depan.
Dalam situasi seperti ini, masyarakat diminta untuk lebih berhati-hati dalam melakukan transaksi tanah.
“Jika ingin membeli tanah, pastikan statusnya sudah jelas dan sah, agar tidak terjerat masalah hukum di kemudian hari,” pesan Muttadin.
Kasus ini menjadi cermin penting bagi seluruh masyarakat untuk lebih teliti dalam melakukan transaksi tanah dan memastikan bahwa setiap langkah yang diambil sesuai dengan aturan yang berlaku. Pemerintah daerah, terutama yang berkaitan dengan pemerintahan desa, juga diharapkan dapat lebih tegas dan transparan dalam menangani setiap permasalahan hukum yang muncul.
hal ini masih terus berkembang, dan masyarakat setempat menanti langkah tegas dari pemerintah untuk mengatasi permasalahan ini dan menjaga tata kelola pemerintahan desa yang baik dan transparan.(Habi)