MURATARA | DETAKNEWS – Gerakan literasi di Kabupaten Musi Rawas Utara (Muratara) terus menunjukkan geliatnya. Salah satu penggeraknya adalah Tampu Bolon Suvardi, Relawan Literasi Masyarakat (Relima) yang mendapat amanah dari Perpustakaan Nasional RI untuk memperkuat budaya baca dan literasi inklusif di pelosok desa.
Dalam kiprahnya, Tampu Bolon tak hanya memfasilitasi pengelola perpustakaan desa, tetapi juga menghidupkan semangat membaca di kalangan anak-anak, pelajar, hingga warga lanjut usia. Ia meyakini bahwa literasi bukan sekadar kegiatan membaca, melainkan gerakan sosial yang mengubah cara berpikir dan kualitas hidup masyarakat.
“Literasi tidak boleh berhenti di rutinitas membaca. Ia harus tumbuh menjadi daya yang menggerakkan masyarakat dalam pendidikan, ekonomi, dan keseharian,” ujarnya.
Melalui dukungan bantuan bahan bacaan bermutu, pojok baca digital, dan program Transformasi Perpustakaan Berbasis Inklusi Sosial (TPBIS) dari Perpustakaan Nasional, gerakan literasi di Muratara mulai menunjukkan hasil nyata. Warga desa kini lebih sering berkunjung ke perpustakaan, berdiskusi, serta menerapkan pengetahuan dari buku dalam aktivitas sehari-hari.
Buku Menjadi Cahaya di Tengah Keterbatasan
Bagi masyarakat di desa-desa yang akses informasinya terbatas, buku menjadi “penerang” yang membuka wawasan. Tampu Bolon menuturkan, banyak warga yang kini menjadikan buku sebagai pedoman hidup — mulai dari panduan pertanian, keterampilan lokal, hingga pengolahan hasil bumi.
Salah satu kisah datang dari Nenek Atikoh di Desa Muara Kuis. Setelah membaca buku resep olahan singkong dari bantuan Perpusnas, ia berhasil menciptakan camilan lokal bernama Oyek yang kini digemari warga.
Cerita lain datang dari Adis, anak perempuan Suku Anak Dalam (SAD) di Desa Sungai Jernih. Ia kini lebih bersemangat belajar setelah mengenal buku-buku dongeng dan cerita rakyat yang membuatnya berani bercerita di depan kelas.
“Dari buku, anak-anak belajar bermimpi. Dari membaca, mereka mulai menulis kisahnya sendiri,” tutur Tampu.
Menenun Pengetahuan, Melahirkan Kreativitas
Gerakan literasi yang digalang Relima juga mendorong kegiatan mendongeng, membaca puisi, hingga menulis cerita rakyat bersama anak-anak. Kegiatan ini tidak hanya menumbuhkan imajinasi, tetapi juga menguatkan keterikatan sosial antarwarga.
Selain di sekolah, kegiatan literasi juga menjangkau kampus, komunitas, dan masyarakat umum melalui diskusi, pelatihan menulis, serta kolaborasi antardesa.
“Kami ingin literasi menjadi budaya hidup. Bukan hanya untuk tahu, tapi untuk tumbuh,” ungkapnya.
Harapan Literasi yang Terus Menyala
Tampu Bolon menyampaikan apresiasi kepada Perpustakaan Nasional RI atas dukungan dan kepercayaan yang diberikan melalui program Relima. Ia berharap gerakan serupa bisa berkembang di seluruh kabupaten di Indonesia agar semangat literasi terus mengakar dari desa ke kota.
“Buku adalah napas masyarakat Musi Rawas Utara. Semoga Relima terus tumbuh di seluruh penjuru negeri, agar literasi menjadi cahaya yang menuntun masa depan bangsa,” tutupnya. (*)


