MURATARA | DETAKNEWS — Polemik kenaikan Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan (PBB-P2) masih menjadi isu hangat di tengah masyarakat. Sejumlah pihak menilai kebijakan ini justru menyengsarakan rakyat, karena dianggap tidak berpihak pada kepentingan masyarakat kecil. Jum’at, 15/8/2025
Menanggapi hal tersebut, Anggota DPRD Kabupaten Musi Rawas Utara, M. Ruslan, yang juga Ketua Komisi II, memberikan penjelasan. Menurutnya, jika merujuk pada UU No. 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah yang kemudian diubah menjadi UU No. 1 Tahun 2022 tentang Hubungan Keuangan Pemerintah Pusat dan Daerah (HKPD), tidak ada pasal yang memperbolehkan daerah menaikkan tarif PBB-P2 lebih dari 0,5%.
“Artinya, dalam Peraturan Daerah maupun Peraturan Kepala Daerah tidak ada yang boleh melebihi batas tarif pajak sebagaimana diatur dalam undang-undang,” tegas Ruslan.
Bukan Tarif Pajak yang Naik, Melainkan Penyesuaian NJOP
Ruslan menjelaskan, kenaikan PBB yang dikeluhkan masyarakat sebenarnya bukan karena tarif pajaknya naik, melainkan karena adanya penyesuaian Nilai Jual Objek Pajak (NJOP).
Ia mencontohkan, 15 tahun lalu NJOP tanah atau bangunan mungkin hanya Rp100 juta. Setelah dikurangi NJOPTKP (Nilai Jual Objek Pajak Tidak Kena Pajak) Rp60 juta, maka nilai kena pajaknya Rp40 juta. Jika dikalikan 20% menjadi Rp8 juta, dan dikenakan tarif 0,5%, maka pajak yang dibayarkan hanya sekitar Rp40 ribu.
Namun kini, setelah dilakukan kajian sesuai harga pasar, NJOP yang sama bisa mencapai Rp200 juta. Dengan perhitungan yang sama, setelah dikurangi NJOPTKP Rp60 juta, nilainya menjadi Rp140 juta. Dikalikan 20% hasilnya Rp28 juta, lalu dikenakan tarif 0,5%, pajak yang harus dibayar menjadi sekitar Rp140 ribu.
“Jadi kalau dulu kita hanya bayar Rp40 ribu, sekarang bisa Rp140 ribu. Kenaikannya terlihat sampai 300%. Inilah yang menimbulkan polemik di masyarakat,” jelasnya.
Menurut Ruslan, NJOP ditentukan berdasarkan kajian Kantor Jasa Penilai Publik (KJPP) atau mekanisme harga pasar di wilayah tersebut. Karena itu, persoalan ini lebih pada penyesuaian nilai tanah dan bangunan sesuai kondisi saat ini, bukan pada kenaikan tarif pajak.
Harapan Ada Solusi
Ruslan menegaskan, pemerintah daerah sebenarnya bisa mencari solusi lain agar tidak memberatkan rakyat, misalnya dengan tidak melakukan penyesuaian NJOP atau menurunkan tarif pajak menjadi 0,2%.
“Persoalan ini jangan ditarik ke ranah politik. Kita semua dituntut untuk membangun, tapi juga dituntut taat pajak. Tinggal bagaimana kebijakan daerah bisa seimbang antara kebutuhan pembangunan dan kemampuan masyarakat,” katanya.
Ia juga menambahkan, jika pemerintah ingin mengubah tarif pajak, maka harus melalui persetujuan DPRD dengan merevisi perda yang berlaku. Namun, jika hanya penyesuaian NJOP, DPRD tidak terlibat langsung.
Ruslan berharap, polemik kenaikan PBB ini bisa segera menemukan titik temu. “Semoga Kabupaten Musi Rawas, Kota Lubuklinggau, dan Kabupaten Musi Rawas Utara tetap aman. Semua pasti ada solusi demi membangun Muratara Ilok, Linggau Juara, dan Musi Rawas Mantap,” pungkasnya. (Habibi)


