MURATARA | DETAKNEWS – Dinas Kehutanan Kabupaten Musi Rawas Utara (Muratara) melalui UPTD Kesatuan Pengelolaan Hutan (KPH) Wilayah XIV Rawas mendapat sorotan dari masyarakat dan pemerhati lingkungan. Lembaga tersebut dinilai tidak transparan dalam memberikan informasi terkait pengawasan kawasan Taman Nasional Kerinci Seblat (TNKS) dan Hutan Produksi (HP) di wilayah Muratara.Rab”16/7//2025
Sejumlah lembaga swadaya masyarakat (LSM) lingkungan menyatakan telah berulang kali mengajukan permintaan data serta laporan terkait pengelolaan kawasan hutan. Namun, hingga kini, informasi yang diminta belum juga disampaikan secara lengkap. Kondisi ini dianggap bertentangan dengan prinsip keterbukaan informasi publik sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik (UU KIP).
Dalam Pasal 3 UU KIP ditegaskan bahwa setiap penyelenggara pemerintahan wajib menyediakan informasi publik yang akurat, benar, dan tidak menyesatkan. Informasi mengenai pengelolaan kawasan konservasi dan hutan produksi juga termasuk dalam informasi yang wajib diumumkan secara berkala, sebagaimana tertuang dalam Pasal 9 ayat (2) UU KIP serta Peraturan Komisi Informasi Nomor 1 Tahun 2010.
Minimnya transparansi ini dikhawatirkan dapat membuka peluang terjadinya praktik ilegal seperti perambahan hutan, perusakan kawasan, hingga kebakaran lahan. Padahal, kawasan TNKS di Muratara merupakan habitat bagi satwa dilindungi dan bagian dari ekosistem hutan tropis Sumatera yang berperan penting dalam mitigasi perubahan iklim.
Masyarakat dan pemerhati lingkungan mendesak Dinas Kehutanan Muratara untuk segera menyampaikan informasi secara terbuka kepada publik, khususnya mengenai:
Data luas kawasan TNKS dan Hutan Produksi di wilayah Muratara,
Laporan pengawasan serta tindak lanjut atas pelanggaran,
Informasi pemanfaatan dan pengelolaan hasil hutan, dan
Rencana perlindungan kawasan strategis tersebut.
Sebagai institusi publik, Dinas Kehutanan Muratara memiliki kewajiban moral dan hukum untuk menjalankan asas transparansi dan akuntabilitas. Jika tuntutan keterbukaan ini terus diabaikan, masyarakat maupun organisasi sipil berhak menempuh jalur sengketa informasi melalui Komisi Informasi.
Pemerhati lingkungan menegaskan bahwa pengawasan terhadap kawasan hutan harus dilakukan secara terbuka dan partisipatif, mengingat dampak kerusakan hutan tidak hanya mengancam ekosistem, tetapi juga kehidupan sosial dan ekonomi masyarakat di sekitar kawasan. ( Habi )