Jakarta | DetakNews – Bupati Musi Rawas Utara (Muratara) H. Devi Suhartoni menyerukan perlunya reformasi menyeluruh dalam sistem perizinan dan pengurusan Rencana Kerja dan Anggaran Biaya (RKAB) di sektor pertambangan. Hal tersebut disampaikan saat menghadiri 2026 Indonesia Coal Outlook Conference: Shaping the Future of Indonesia’s Coal Markets di Hotel JW Marriott, Jakarta, Rabu (5/11/2025).
Menurut H. Devi, proses perizinan tambang saat ini terlalu rumit dan berbelit, sehingga menghambat aktivitas produksi, menurunkan pendapatan negara, serta berdampak pada nasib tenaga kerja di sektor pertambangan.
“Bukan berarti mengabaikan aturan, tetapi sistem perizinan dan pengurusan RKAB perlu dibuat lebih sederhana dan efisien agar kegiatan tambang berjalan lancar,” ujarnya.
Ia mencontohkan, banyak perusahaan terpaksa menghentikan sementara operasi karena lamanya proses persetujuan RKAB. Kondisi ini membuat ratusan pekerja harus dirumahkan, sementara pemulihan produksi memakan waktu lama.
“Jika RKAB disetujui berbulan-bulan, tambang bisa berhenti hingga dua bulan. Dampaknya langsung dirasakan oleh para pekerja dan daerah penghasil,” tambahnya.
Bupati Muratara juga menyoroti potensi hilangnya pendapatan negara dari Dana Bagi Hasil (DBH) dan Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) sektor tambang akibat birokrasi yang tidak efisien.
“Semua aturan pemerintah tetap harus ditaati. Tidak boleh menambang di kawasan lindung atau taman nasional, apalagi merusak lingkungan. Namun, Kementerian ESDM juga harus berbenah agar perizinan menjadi lebih cepat, efisien, dan berdampak nyata bagi kesejahteraan rakyat,” tegasnya.
H. Devi menilai, pelayanan publik di sektor energi dan sumber daya mineral kini justru melambat dibanding masa lalu.
“Saya heran, reformasi di ESDM malah terasa mundur. Dulu, saat Menteri Purnomo menjabat, pelayanan cepat dan pasti,” kenangnya.
Ia juga mendukung kebijakan Presiden dalam pemberantasan tambang ilegal, namun berharap masyarakat yang ingin menambang secara legal diberi kemudahan melalui Wilayah Pertambangan Rakyat (WPR) dan Izin Pertambangan Rakyat (IPR).
“Kemajuan itu terjadi jika semua urusan dipercepat tanpa melanggar aturan. Jangan sampai regulasi dijadikan alasan untuk memperlambat dan membuat sistem menjadi tidak efisien,” tutupnya.
Konferensi tahunan tersebut dihadiri oleh berbagai pemangku kepentingan sektor batubara nasional dan internasional, termasuk pemerintah, pelaku industri, dan akademisi, yang membahas arah masa depan industri batubara Indonesia di tengah transisi energi global. (Habibi)


